0
WMN 2015 -- Melakukan hal baik tidak hanya membantu orang lain. Ini juga mendorong rasa percaya diri anak, kebahagiaan dan kesehatan mereka tanpa disadari. Apakah ini benar-benar layak dilakukan? Aku bertanya-tanya, sambil mengarahkan putri-putriku, Drew, 3, dan Blair, 5, untuk membawa hadiah yang belum dibungkus yang kami sumbangkan ke anak-anak yang membutuhkan di preschool yang sudah aku pilih Desember lalu. 


Walaupun aku sudah sering menjelaskan situasinya kepada mereka, mereka masih belum mengerti mengapa tidak boleh menyimpan mainannya. Ini menyebabkan terjadinya banyak rengekan dan tangisan.

Dikutip dari www.parentsindonesia.com, jelas akan lebih mudah menghindari adegan rengekan dan tangisan dengan menyelipkan hadiah di bawah pohon sekolah setelah anak-anak berada di dalam kelas. Apapun caranya, bocah perempuan itu akan punya sebuah hadiah untuk dibuka, dan kami akan mencoret 'berbuat baik' di dalam daftar kegiatan liburan kami. Selesailah semua.

Lalu malaikat di bahu kananku mulai berbisik di telinga, “Ini adalah saatnya mengajarkan. Jika anak-anakmu meletakkan sendiri hadiahnya di bawah pohon, mereka akan mulai melihat perbedaan yang mereka lakukan di dunia ini!” Tapi apakah pengalaman ini benar-benar mengubah mereka menjadi pengasih, pelayan masyarakat, seperti yang aku inginkan nantinya? Ellen Sabin, penulis The Giving Book, meyakinkanku bahwa hal itu mungkin saja terjadi. “Begitu anak-anak terpapar untuk membantu orang lain, hal itu akan mulai menjadi kebiasaan,” ujarnya.

Sabin berkata anak-anak seharusnya tumbuh dengan meyakini bahwa membantu orang lain adalah hal mendasar yang dilakukan semua orang, seperti menggosok gigi atau berkata, 'tolong'. Namun dengan perilaku yang baik, cara satu-satunya anak Anda akan belajar memberi, peduli, dan berbagi adalah jika Anda mengajarkannya. Bola ada di tangan Anda. Dan ini bukanlah pelajaran alami bagi orang tua masa kini.

Mengapa? Karena orang tua sepertiku yang lahir pada tahun 1970-an atau setelahnya sering dibesarkan untuk fokus pada apa yang bisa dilakukan dunia untuk kita, bukan apa yang bisa kita lakukan untuk kebaikan orang banyak. Pada beberapa dekade lalu, banyak dari kita yang telah salah mengartikan pujian untuk membangun rasa percaya diri anak. “Orang tua terus memberikan pujian, kamu pintar dan cantik." Ini bisa menciptakan anak yang egois dan berkuasa. Aku merasa mulai menjadi pencemas, mengkhawatirkan bahwa takdir negara, kemanusiaan, akan tergantung pada momen di bulan Desember saat kedua balitaku meletakkan hadiah di bawah pohon untuk seorang anak perempuan yang mereka tidak kenal. Tapi beberapa pakar mengatakan bahwa tindakan tersebut penting untuk memperbesar hak generasi berikutnya. “Pertimbangkan seperti apa dunia jika setiap orang memikirkan bahwa dunia yang berputar mengelilingi mereka,” ujar Dr. Twenge.

Di luar semua isu yang ada, anak-anak dan kita semua, menjadi semakin tidak terhubung satu sama lain. Banyak dari kita yang hidup jauh dari keluarga besar, jadi anak-anak tidak menyaksikan sendiri kepedulian dan saling menolong ala tradisional yang terjadi saat Anda menyekop tanah untuk membersihkan jalan setapak Nenek atau membantu Paman Joe mengecat garasi bahkan menonton resital tarian sepupu. Buruknya lagi, anak-anak tumbuh besar di dunia yang mana komunitas berarti adalah jumlah follower di Twitter, mendukung aksi berarti mengklik like di Facebook, dan interaksi tatap muka telah digantikan oleh mengirim teks, terkadang saat berada di ruangan yang sama.

Setiap orang adalah kuncinya. “Anak-anak tidak akan melakukannya sendiri,” kata Luks. Orangtua harus memberikan mereka dorongan. Langkah termudah adalah bergabung dalam suatu aksi sebagai suatu keluarga. The Corporation for National and Community Service melaporkan bahwa anak-anak yang paling tidak salah satu orang tuanya menjadi relawan memiliki kemungkinan hampir tiga kali lebih besar untuk berpartisipasi dalam aktivitas berbuat kebajikan dibandingkan mereka yang keluarganya tidak terlibat. (wmn/rol)

Post a Comment

Mari tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan karena Tulisanmu Harimaumu. Komentar Sobat adalah Pendapat Pribadi, tidak mewakili Pendapat Redaksi Website Mentari News (WMN). Komentar yang mewakili redaksi Website Mentari News hanya melalui akun Mentari News. Selamat Berkomentar Sobat.. Salam Indonesia Berkemajuan.

Note: only a member of this blog may post a comment.

 
Top