كُوْنُوْافِي الدُّنْيَاأَضْيَـافًا وَاتَّخِذُواالْمَسَـاجِدَ بُيـُوْ تًا وَعَوِّدُواقُلُوْبَكُمْ الرِّقَّة وَأَكْثِرُواالتَّـفَكُّرَ وَالْبَكَاءَ وَلاَتَحْتَلِقُ بِكُمُ اْلأَهْـوَاءُتَبْنُوْنَ مَالاَ تَسْكُنُوْنَ وَتَجْمَعُوْنَ مَالاَتَأْكُلُوْنَ وَتُؤَمِّلُوْنَ مَالاَتُدْرِكُوْنَ . (ح.ر. ابونعيم)
“Jadilah kamu hidup di dunia ini seperti tamu, dan jadikanlah masjid-masjid itu seperti rumah. Dan hendaklah kamu lunakkan hatimu, dan perbanyaklah tafakkur dan menangis. Dan janganlah hawa nasfu kepada dunia ini memutuskan persiapan kamu untuk kepentingan akhirat, yaitu kamu membangun bangunan yang kamu tidak diami, dan menmgumpulkan harta yang kamu tidak makan, dan mengharap-harapkan sesuatu yang tidak akan tercapai”. (H.R. Abu Na’im)
Jadilah kita hidup di dunia sebagai tamu
Web MentariNews.com -- Kehadiran kita di dunia ini, harus disadari, bahwa bumi yang kita diami ini dengan segala macam fasilitas yang ada adalah ciptaan dan kepunyaan Allah, bukan ciptaan dan kepunyaan kita. Jadi kita berada di dunia ini, bukan berada di bumi kita, melainkan berada di bumi kepunyaan Allah. Status kita sebagai tamu Allah yang mendapat jamuan dengan berbagai jamuan dan fasilitas-fasilitas lainnya.Sebagai tamu Allah kita harus tunduk dan menurut ketentuan-ketentuan Allah, jika tidak maka tamu itu termasuk tamu yang tidak tahu diri. Kita sebagai tamu Allah, harus berlaku hormat, khidmat dan taat kepada segala ketentuan dan peraturanNya. Sebagai tamu kita harus mengetahui apa sesungguhnya tujuan kita bertamu, yaitu tiada lain untuk beribadah kepadaNya. Maka, bersegera sebelum waktu bertamu habis.
Jadikanlah masjid seperti rumah
Kita membuat rumah untuk diambil manfaatnya dalam keperluan hidup kita. Membuat masjidpun bukan sekedar senang membuatnya saja, tetapi untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Yang diperhebat itu bukan hanya konstruksi bangunannya saja, tetapi yang lebih penting adalah isinya; sehingga masjid menjadi tempat yang efektif untuk mencetak manusia yang bertaqwa kepada Allah. Membuat masjid jangan seperti membuat usungan mayat (keranda). Pada waktu dibuatnya beramai-ramai gotong royong, tetapi untuk mengisinya semuanya merasa ogah. Di rumah kita membangun hidup rukun dan damai, maka di masjidpun kita membangun kehidupan berjamaah dan berimamah. Berbaris dengan shaf yang rapatdan lurus, dengan tujuan yang sama, bertaqaruf kepada Allah yang Maha Kuasa, membangun akhlak yang mulia dan menghiasi diri dengan taqwa.
Kita membuat rumah untuk diambil manfaatnya dalam keperluan hidup kita. Membuat masjidpun bukan sekedar senang membuatnya saja, tetapi untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Yang diperhebat itu bukan hanya konstruksi bangunannya saja, tetapi yang lebih penting adalah isinya; sehingga masjid menjadi tempat yang efektif untuk mencetak manusia yang bertaqwa kepada Allah. Membuat masjid jangan seperti membuat usungan mayat (keranda). Pada waktu dibuatnya beramai-ramai gotong royong, tetapi untuk mengisinya semuanya merasa ogah. Di rumah kita membangun hidup rukun dan damai, maka di masjidpun kita membangun kehidupan berjamaah dan berimamah. Berbaris dengan shaf yang rapatdan lurus, dengan tujuan yang sama, bertaqaruf kepada Allah yang Maha Kuasa, membangun akhlak yang mulia dan menghiasi diri dengan taqwa.
Rumah kita gunakan untuk menyimpan segala kekayaan, dan kita merasa betah di dalamnya. Maka masjidpun harus kita gunakan untuk menabung amal jariyah dan amal shalih lainnya; dan kita harus merasa betah di dalamnya. Hidup seorang muslim tidak dapat dipisahkan dengan masjid.
Melunakkan hati
Hati adalah sebagian dari organ tubuh yang sangat penting. Baik buruknya seseorag tergantung kepada baik buruknya hati. Melunakkan hati dengan melalui ajaran Islam adalah suatu upaya yang efektif dan dinamis, sebab dengan cara itu hati nurani manusia akan menjadi lunak (baik), dan mempunyai daya dorong yang kuat untuk beramal shalih.
Melunakkan hati
Hati adalah sebagian dari organ tubuh yang sangat penting. Baik buruknya seseorag tergantung kepada baik buruknya hati. Melunakkan hati dengan melalui ajaran Islam adalah suatu upaya yang efektif dan dinamis, sebab dengan cara itu hati nurani manusia akan menjadi lunak (baik), dan mempunyai daya dorong yang kuat untuk beramal shalih.
Rasulullah saw bersabda
Jadi yang menjadi ukuran bagi Allah, baik buruknya seseorang, bukan pada keadaan fisik dan materinya, tetapi yang menjadi ukuran bagi Allah ialah isi hati dan amalnya.
Banyak tafakkur dan nangis
اِنَّ اللهَ لاَيَنْظُرُأِلَىصُــوَرِكُمْ وَاَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ أِلَىقُلُوْبِكُمْ وَأعَمَالِكُمْ. (ح.ر. مســلم )
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan hartamu, tetapi Ia melihat kepada hati dan amalmu” (H.R. Muslim).
Banyak tafakkur dan nangis
Tafakkur
Adalah memikirkan segala bentuk ciptaan dan kekuasaan Allah. dengan melalui tafakkur, akan terungkap segala rahasia dan kegunaan alam ini, untuk keperluan manusia dan lainnya. Dan dengan tafakkur inilah akan terungkap kekuasaan Allah yang Maha Besar, dan akan menumbuhkan rasa syukur terhadap Allah yang menciptakannya. Dengan bertafakkur, manusia akan merasa betapa kecilnya ia dihadapan Allah, sehingga ia akan selalu banyak menangis karena menyadari banyaknya kelemahan, kekurangan dan kesalahan pada dirinya. Ia menangis karena takut kepada Allah, berpengharapan kepada Allah, tetapi ia juga menangis karena rindunya kepada Allah.
Mengendalikan hawa nafsu
Manusia hidup di dunia ini tentu berkeinginan kepada dunia. Tetapi, keinginan terhadap dunia itu, jangan sampai mengurangi atau menghilangkan perhatiannya terhadap akhirat. Sebab akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Banyak manusia yang membuat bangunan di sana sini dengan mewah dan megah, tetapi tidak didiami. Ini merupakan dampak dari nafsu yang serakah. Tidak sedikit orang yang senang dengan banyaknya harta kekayaan, Ia mencarinya dengan segala macam cara. Perhatiannya dicurahkan semata-mata kepada dunia, dan ia mengumpulkannya sebanyak-banyaknya, tetapi ia hidupnya seperti orang papa. Hidupnya kikir, baik kepada dirinya, apalagi kepada orang lain. Sikap hidup terhadap harta semacam itu, bukan sikap hidup seorang muslim yang baik, sebab yang disenangi oleh seorang muslim itu bukan tumpukan hartanya, tetapi manfaatnya yang bisa dibawa mati. Ia suka melaksanakan kewajibannya melalui hartanya, karena ia lebih cinta kepada Allah dan RasulNya daripada kepada harta kekayaannya.
Rasulullah saw. bersabda :
Kita jangan merasa senang dengan banyaknya harta saja, tetapi harus merasa senang dengan manfaatnya. Karena itu kita wajib menggunakan harta kekayaan sebagai alat mencapai kebahagiaan yang hakiki dunia dan akhirat. Jangan banyak melamun dan mengkhayal. Melamun karena menginginkan sesuatu yang berlebih-lebihan, yang tidak mungkin terjangkau, merupakan sesuatu hal yang berbahaya, karena akan menimbulkan ketegangan jiwa dan terganggunya pikiran yang sehat. Seharusnya keinginan itu secara wajar dan disertai dengan usaha yang realistis dan halal.
حَصّـِنُواأَمْوَلِكُمْ بِالزَّكَاةِ وَدَاوُوامَرْضَــاكُمْ بِالصَّــدَقَةِ وَأَعِـدُّوالِلْبَلاَءِ الدُّعَاءَ (ح.ر. الخطيب
“Jagalah hartamu dengan zakat, dan obatilah sakitmu dengan shadaqah, dan siapkanlah doa untuk menghadapi bencana “ (H.R. Al Khatib)
Ditulis oleh:
H.Untung Santoso
Dewan Penasehat Forum Jurnalis dan Riset D.I. Yogyakarta

Post a Comment
Mari tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan karena Tulisanmu Harimaumu. Komentar Sobat adalah Pendapat Pribadi, tidak mewakili Pendapat Redaksi Website Mentari News (WMN). Komentar yang mewakili redaksi Website Mentari News hanya melalui akun Mentari News. Selamat Berkomentar Sobat.. Salam Indonesia Berkemajuan.
Note: only a member of this blog may post a comment.