WMN 2015 -- Mendidik tidak bisa kita sederhanakan hanya cukup di sekolah. Tetapi juga harus punya kesinambungan di tingkat keluarga. Sekolah hanya “ngotot” melalui jalur sekolah tidak akan mencapai hasil maksimal.
Tugas sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu memberikan warna bagi penguatan keluarga sebagai fondasi pembentukan karakter anak. Peran sekolah dalam pembentukan karakter anak tidak bisa lepas dari keterlibatan keluarga. (Baca juga: Sekolah Muhammadiyah Melakukan Kedzoliman (pasti) akan ditinggalkan kostumer)
Kasih sayang, perhatian, bimbingan, arahan dan keteladanan tidak bisa tergantikan sepenuhnya oleh praktik lembaga persekolahan. Sekolah yang terdiri dari guru, karyawan dan peserta didik harus menyadari bahwa proses pendidikan harus diperkuat oleh dukungan keluarga yang tidak saja finansial. Tetapi dukungan peran serta keluarga dalam membangun karakter anak adalah jauh lebih penting. Di sini perlu suatu formula baru agar keduanya dapat saling menguatkan, sehingga cita-cita terwujudnya generasi berkepribadian dan berkarakter dapat tercapai. (Baca juga: Bukan Instan, PPDB itu Taaruf, Tafahum, dan Takaful)
Salah satu formula penting adalah melakukan perombakan kurikulum berdasarkan kebutuhan masyarakat yang disusun secara bersama-sama oleh satuan pendidikan dengan melibatkan keluarga dan masyarakat. Kurikulum itu dirancang secara integratif yang mengandung konten antara kebutuhan internal sekolah dan penguatan di tingkat keluarga. Sekolah memiliki tugas ganda edukatif yaitu, mendidik anak selama barada di lingkungan sekolah dan menyadarkan keluarga terhadap arti penting peran mereka dalam mengantarkan anak lebih terdidik. Karena, ada fenomena oportunistik antara sekolah dan keluarga yaitu, keluarga di satu sisi memiliki alasan kuat atas segala kesibukannya, untuk menitipkan anak sepenuhnya di sekolah.
Salah satu formula penting adalah melakukan perombakan kurikulum berdasarkan kebutuhan masyarakat yang disusun secara bersama-sama oleh satuan pendidikan dengan melibatkan keluarga dan masyarakat. Kurikulum itu dirancang secara integratif yang mengandung konten antara kebutuhan internal sekolah dan penguatan di tingkat keluarga. Sekolah memiliki tugas ganda edukatif yaitu, mendidik anak selama barada di lingkungan sekolah dan menyadarkan keluarga terhadap arti penting peran mereka dalam mengantarkan anak lebih terdidik. Karena, ada fenomena oportunistik antara sekolah dan keluarga yaitu, keluarga di satu sisi memiliki alasan kuat atas segala kesibukannya, untuk menitipkan anak sepenuhnya di sekolah.
Sedang di sisi lain, sekolah memanfaatkan kondisi itu menjadi peluang untuk memberikan fasilitas baru agar alasan kesibukan orangtua dapat dialihkan ke sekolah. Di sini salah satu alasan munculnya sekolah-sekolah fullday. Praktik sederhananya adalah sekolah melakukan pemadatan kurikulum sampai sore hari, agar anak pulang dari sekolah sesuai kepulangan orangtua dari tempat kerjanya. Saya tidak ingin mengatakan bahwa sekolah fullday tidak baik, namun perlu pemikiran bersama menuju ke arah yang lebih baik. Sehingga sekolah tidak semata-mata mencari peluang sebesar-besarnya untuk membidik kostumer, tanpa memikirkan nilai-nilai edukasi sebagai “core curiculum” dalam dunia persekolahan.
Suatu hal yang perlu digagas bersama adalah bagaimana pendidikan juga berfungsi sebagai penguatan pilar keluarga yang terpola dalam desain kurikulum sekolah. Sekolah dan keluarga membentuk sebuah komitmen untuk mengantar anak di samping cerdas dan berbakat, juga berkepribadian dan berakhlak mulia. Ini tentu bukan tugas ringan dan sederhana, sangat dibutukan kesungguah dan komitmen kuat. Menjadi tugas sekolah sepenuhnya juga tidak akan maksimal, di sisi lain orangtua kini semakin diburu oleh tuntutan karir dan pekerjaan rutin di kantor.
Suatu hal yang perlu digagas bersama adalah bagaimana pendidikan juga berfungsi sebagai penguatan pilar keluarga yang terpola dalam desain kurikulum sekolah. Sekolah dan keluarga membentuk sebuah komitmen untuk mengantar anak di samping cerdas dan berbakat, juga berkepribadian dan berakhlak mulia. Ini tentu bukan tugas ringan dan sederhana, sangat dibutukan kesungguah dan komitmen kuat. Menjadi tugas sekolah sepenuhnya juga tidak akan maksimal, di sisi lain orangtua kini semakin diburu oleh tuntutan karir dan pekerjaan rutin di kantor.
Rutinitas pekerjaan itu akhirnya membuat orang tua berpikir pragramatis, di mana ada sekolah yang dapat melayani anak sampai sore hari, maka menjadi incaran orangtua untuk menitipkan anak-anaknya. Pola pikir pragamatik semacam ini sudah mengabaikan fungsi kepengasuhan dan peran orangtua. Realitas ini harus juga menjadi tugas penting sekolah untuk mengembalikan peran dan fungsi orangtua. Sekolah-sekolah Muhamamdiyah memiliki tugas penting dalam hal ini untuk melakukan progres-progres baru. Orangtua diupayakan merasakan efek-efek edukatif dibalik sebuah lembaga persekolahan. (Baca juga: Tulisan tentang artikel umum)
Penulis:
Muhammad Zaini via Web JPSM

Post a Comment
Mari tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan karena Tulisanmu Harimaumu. Komentar Sobat adalah Pendapat Pribadi, tidak mewakili Pendapat Redaksi Website Mentari News (WMN). Komentar yang mewakili redaksi Website Mentari News hanya melalui akun Mentari News. Selamat Berkomentar Sobat.. Salam Indonesia Berkemajuan.
Note: only a member of this blog may post a comment.