Ide itu diamini oleh mantan Ketua DPP Golkar hasil Munas Riau, Hajriyanto Y Thohari. Sistem formatur di Muhammadiyah, menurut dia, efektif untuk menekan money politic tidak terjadi. Hajriyanto, yang juga ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyambut baik. Sama halnya dengan konsep presidium. "Kenapa misalnya tidak dibuat presidium. Sistem memilih langsung, tapi memilih misalnya 5, 7, 9, 13. Itu sangat mengurangi tensi dan mengurangi nafsu untuk money politic dan akan men-share secara lebih adil saat terpilih nanti," kata Hajriyanto di tempat yang sama.
Hajriyanto mengakui sistem one man one vote memang rawan. Apalagi, tanggung jawab seorang ketua umum di Golkar sangat besar dan luas. Kalau dengan sistem kolektif kolegial seperti di Muhammadiyah, menurut dia, bisa mengurangi beban ketua umum. "Bisa di-share beban-beban finansial," katanya. Posisi ketua umum dengan sistem one man one vote, kata Hajriyanto, membuat ketua umum memiliki keistimewaan yang sangat besar. Dalam urusan-urusan perebutan jabatan publik seperti pilpres, maka ketua umum mau tidak mau akan menjadi calon. "Nyatanya belum tentu laku," ujar Hajriyanto.
Selain itu, orang-orang yang ada di kubu para calon sebagai tim sukses, dalam sistem one man one vote akan tersingkir kalau calonnya kalah. Beda dengan sistem kolektif kolegial. "Persoalannya bisa hidup dan mati, kalau kalah habis. Kalau kalah ditendang dari ketua Fraksi, Dewan, dan Banggar, ini mengakibatkan struggle hidup dan mati, itu tidak sehat," katanya.

Post a Comment
Mari tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan karena Tulisanmu Harimaumu. Komentar Sobat adalah Pendapat Pribadi, tidak mewakili Pendapat Redaksi Website Mentari News (WMN). Komentar yang mewakili redaksi Website Mentari News hanya melalui akun Mentari News. Selamat Berkomentar Sobat.. Salam Indonesia Berkemajuan.
Note: only a member of this blog may post a comment.