WMN 2015 -- Kemarin, Senin 2 Maret 2015, adalah hari yang amat membahagiakan buat saya. Berangkat penelitian tidak kejebak macet yang luar biasa seperti biasanya. Hanya 2 jam kurang sedikit di perjalanan. Saya menekuni bahan riset dengan serius, sambil beberapa kali dihibur dengan aneka ulah para calon dokter spesialis yang beraneka macam, mencirikan orang - orang yang sedang tertekan keadaan.
Mendekati waktu dzuhur, saya pindah ruangan bersama teman saya. Apa yang terjadi ? Saya ditakdirkan berada dalam satu lift dengan seorang calon doktor ilmu psikiatri yang berjenggot, bercelana cingkrang, pengamal ajaran Muhammadiyah dan entah mengapa saya dkk merasa damai sekali ketika dia muncul di ruangan yang sama dan menekuni urusannya, yang pernah saya tulis di status saya beberapa waktu lalu.
I swear.....saya bahagiaaaa......banget ketemu dia dan berada dalam satu lift dengan dia serta sempat bertegur sapa dengan dia yang tinggi besar dan tambun seperti raksasa itu. Jadi ingat lagi sama Ust Wawan di Jogja. Sempat pula saya sms suami, mengabarkan bahwa saya senang sekali ketemu Pak Raksasa itu dan berada dalam satu lift dengannya.
Jam 14.00, sesuatu terjadi pada saya. Biasa, problematika wanita setiap bulannya, jadi saya pulang ke rumah sebelum 15.30 tiba. Sepanjang saya pulang, saya sms suami saya, minta ijin ngobrol sama Mas Anu. Suami saya mengijinkan. Malah suami saya takjub, ketika dia tahu saya bisa menemukan kembali nomor hp Mas Anu dan ada kontak lagi - bisa silaturahmi lagi - dengan Mas Anu via sms setelah hampir 8 tahun tidak ada kontak sama sekali. Suami saya menyarankan agar saya meminta alamat rumah Mas Anu, agar bakda Maghrib kami berdua bisa mengunjungi Mas Anu. Mumpung baru masak pepes ikan cukup banyak, jadi kami punya oleh - oleh untuk mengunjungi Mas Anu.
Pokoknya alhamdulillah, saya senang sekali kemarin. Terlebih istri Mas Anu juga teman saya, yang karena tubuh saya yang kecil mungil dan kurus, saya suka dipeluk - peluk sama istri Mas Anu, sejak ia masih gadis 18 tahun lalu.
Nah, Mas Anu ini adalah teman saya. Dulunya sama - sama perawat sejak 18 tahun yang lalu. Bedanya dia dari Unpad, saya bukan. Mas Anu ini boleh dibilang pendekarnya Unit Gawat Darurat. Hampir setiap hari anak semata wayang saya harus ditenteng ke Gawat Darurat dengan kondisi yang mengkhawatirkan dan Mas Anu sigap menangani anak saya sampai permasalahannya selesai saat itu juga. Benar - benar hampir setiap hari lhoooo.....dan Mas Anu yang lebih sering menangani dibanding dokter atau perawat lain. Pun ketika anak saya terjun dari atas kendaraan ke parit sampai kepalanya bocor ketika diajak jalan - jalan putar - putar komplek oleh suami dan adik kandung saya, Mas Anu dengan sigap menenangkan anak saya yang belum genap 1 tahun dan sangat lincah itu, sampai robekan di pelipis kirinya bisa dijahit sempurna luar dalam sebanyak 8 jahitan, oleh Mas Anu juga. Sekali lagi, ketika umur anak saya belum lagi genap 2 tahun, anak saya terjun dari tempat tidur dan kepalanya menimpa kotak plastik tempat makan sampai bibir atas bagian dalamnya robek dan kepalanya bocor, Mas Anu lagi yang menangani, di jahit dan diperban sampai sembuh kembali.
18 bulan, anak saya KOMA akibat alergi obat yang diracikkan seorang dokter sepuh yang amat sangat baik sekali dan terpaksa anak saya ditenteng ke UGD, Mas Anu dengan gesit memasang infus di lengan anak saya, selang oksigen dan menyuntikkan anti alergi agar dampak eruption akibat obat itu bisa diminimalisir dan menyurungnya ke ruang perawatan anak. Yang luar biasa dari Mas Anu, walau anak saya sudah berada di Ruang Anak, tiap hari dia datang menengok anak saya - yang katanya lucu, putih, rambutnya pirang, pipinya gembil dan lincah - ke ruang perawatan anak saya. Mas Anu mengajak ngobrol anak saya yang KOMA dan kemudian pulang. Dan mungkin suatu kebetulan, di hari ke 3 malam ke 4, anak saya terbangun dari KOMA nya, ketika Mas Anu yang waktu itu belum beristri, sedang datang menengok. Mas Anu lagi yang dimintai gendong oleh anakku, hampir setengah hari lamanya, sampai Papih nya pulang kerja dan bisa datang ke ruang perawatan anak saya.
Begitulah, bakda maghrib, alamat Mas Anu sudah di tangan. Saya dan suami keluar rumah menembus hujan yang rintik - rintik menuju sebuah perkampungan di mana rumah Mas Anu berada. Benar saja, Mas Anu sangat terkenal di kampung itu. Bapak - bapak yang saya tanya di mana rumah Mas Anu, rata - rata menjawab "Mangga, rumah Pak Doktor Anu ada di sana, itu yang lampunya paling terang," seraya mengacungkan ibu jari kanan mereka ke arah yang mereka maksud.
Masya Allah !
Lihat suami saya dan Mas Anu kembali bertemu dan berpelukan, hati saya senang sekali. Karena suami saya dan Mas Anu sudah dekat sejak 18 tahun lalu ketika saya dan Mas Anu punya kegiatan memberikan pelayanan KHITAN GRATIS kepada anak - anak dhuaffa. Mas Anu sebagai "tukang potong burung" nya, saya atau suami sebagai penyedia obat, perban, pisau pemotong burung, obat bius, obat antiseptik, salep dan lain - lain secara gratis tanpa memikirkan dari mana semua biaya yang kami keluarkan, yang penting "burung - burung" anak - anak dhuaffa bisa kami khitan dengan bersih, steril, syari'i, rapih dan sesuai prosedur medis.
Senang hati lihat Mas Anu ngobrol berdampingan dengan suami saya, sesekali berpegangan tangan, saling menepuk paha lawan bicara dan tentu saja ngakak berdua jika cerita - cerita mereka sampai kepada hal - hal yang jenaka. Nyonya nya Mas Anu - yang juga teman saya itu - sedang tidak ada di rumah. Katanya sedang mengajar tahsin Al Qur'an di kampung sebelah. Dan suasana ngobrol makin ramai ketika dia datang.
Benar saja, datang - datang, dia memeluk saya dengan sangat erat. Rindu menggelayut setelah hampir 12 tahun saya tidak bertemu istri Mas Anu tersebut.
Ketika akan pamit, iseng saya tanya kepada Mas Anu dan istrinya,
"Mas, Mbak Siti di mana sekarang ?"
Mbak Siti yang saya maksud adalah Siti Muntamah, wanita Jawa asli yang berkulit legam, yang amat - sangat sederhana, bergamis dan berjilbab lebar serta berprofesi sebagai seorang penjahit pakaian wanita dan anak - anak di rumahnya dan yang sekian belas tahun lalu pernah menikah dengan Dokter Toni alumni Unpad, abang kandung Mas Anu.
Mbak Siti ini saya kenal betul sebagai wanita yang sangat - sangat tabah. Bagaimana tidak, dia baru saja menikah dengan dokter Toni, kemudian harus menerima kenyataan pahit ketika dokter Toni tutup usia di ICU akibat gagal ginjal akut yang dideritanya. Saya dan kawan - kawan sempat saling berpandangan takjub ketika melihat dokter Toni yang berparas amat rupawan terbujur tak sadarkan diri di ICU, sementara istrinya tidak beranjak dari sisi tempat tidur suaminya - kecuali hanya untuk ke kamar mandi - dan senantiasa membacakan ayat - ayat Al Quran di telinga suaminya, siang malam.
Sampai kemudian dokter Toni harus kembali kepada Sang Pemilik di saat usianya yang masih muda, baru lulus kedokteran Unpad pula dan pengantin baru serta belum dikarunia satu anak pun dari pernikahannya dengan Mbak Siti; tidak ada hal - hal lain yang saya lihat dari seorang Siti Muntamah selain dari kesalehan dan kasih sayang dan cinta yang besar kepada Dokter Toni, suaminya.
Setahun sesudah dokter Toni tiada, saya sempat bertanya kepada Mas Anu tentang di manakah Mbak Siti tinggal dan beroleh jawaban bahwa Mbak Siti kembali ke rumah orang tuanya di Solo serta menekuni pekerjaannya sebagai penjahit pakaian. Sesudah itu, tidak ada kabar lain yang saya dapat, karena kemudian saya 8 tahun tidak jumpa dengan Mas Anu.
Baru tadi malam saya kefikiran menanyakan kabar Mbak Siti kepada Mas Anu dan istrinya.
"Hahahaha.....!" sepasang suami istri Anu seketika tertawa.
Baru kemudian Mas Anu menjawab,
"Lhooo....Mbak-e belum tahu tho ? Mbak Siti kan sekarang jadi istrinya Mang Oded, Mbak,"
Saya bingung dan bertanya kepada suami saya tentang siapakah Oded itu karena saya betul - betul tidak tahu siapakah Mang Oded itu. Mas Anu dan istrinya serta suami saya nyaris serentak menjawab bahwa Mang Oded adalah WAKIL WALIKOTA BANDUNG yang bersama - sama Pak Ridwan Kamil memimpin Kota Bandung. Rasanya seperti merinding bulu - bulu di tangan dan tengkuk saya mendengar Mbak Siti Muntamah menjadi istri orang nomor dua di Kota Bandung.
"Mbak-e, Mang Oded teh duda, Mbak Siti juga janda. Mang Oded anaknya 5 perempuan semua. Kemudian Mang Oded sama Mbak Siti ketemu dan menikah. Dengan Mbak Siti, Mang Oded punya anak lagi 2 orang, PEREMPUAN SEMUA JUGA. Jadi mereka punya 7 anak perempuan lho, Mbak," kata Mas Anu dengan tawa spontan. "Kebayang kan ramenya Mbak-e, anak 7, perempuan semua. Malah sekarang sudah punya cucu," lanjut Mas Anu lagi dengan derai tawa yang makin riang. "Mbak Siti sekarang tinggal di rumah dinas Wakil Walikota Bandung, Mbak," kata istrinya Mas Anu."Masih sering ketemu "kita - kita" kok," katanya lagi.
"Mbak Siti ya sama kayak Mbak-e gitu. Biar kata repot dan sibuk juga masih sempat jahit pakaian anak - anak sendiri, masak sendiri, ngurus rumah sendiri tanpa pembantu dan ngajar ngaji Ibu - Ibu. Pokoknya Mbak Siti yang dulu Mbak-e kenal, sama dengan Mbak Siti yang sekarang. Bedanya sekarang Mbak Siti jadi lebih sibuk karena Mang Oded dipercaya jadi Wakil Walikota Bandung," kata Mas Anu. "Keren, anak - anaknya perempuan semua," kata saya dengan rasa ketakjuban yang belum selesai.
"Keren banget, Mbak-e. Anak 7, rameeee......perempuan semua. Sholeh - sholeh pisan ketujuh - tujuhnya teh," kata istrinya Mas Anu sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.
*****
Saya dan suami pamit dari rumah Mas Anu setelah malam yang benar - benar telah menyempurna. Sambil memeluk tubuh suami saya dari belakang dan menikmati guyuran rintik hujan serta nyanyian serangga malam, kembali bayangan Mbak Siti - wanita Jawa banget yang berkulit gelap legam, bekerja sebagai penjahit pakaian dan berpenampilan amat sangat sederhana - berkelebat.
Sia - sia saya membayangkan seperti apa wujud Mbak Siti dalam pakaian mewah berharga fantastis ala Ibu - Ibu pejabat yang glamour. Sia - sia pula saya membayangkan Mbak Siti menenteng tas tangan merek Kremes atau Prada berharga ratusan juta rupiah nan mewah dan diklaim konon cuma dibuat hanya satu - satunya sedunia. Apalah lagi ketika saya membayangkan Mbak Siti mengenakan perhiasan ala artis Nyahrini yang berblink - blink seluruh badan dan membayangkannya mengenakan make up tebal berpendaran di wajahnya seperti yang saya lihat di wajah Ratu Catut dari Banten serta membayangkan bagaimana Mbak Siti berjalan megal - megol mengenakan sepatu atau sandal berhak nyaris sejengkal dengat taburan batu - batu mulia dan permata yang gemerlapan, juga sia - sia.
Benar, benar - benar sia - sia !
Karena di memori saya, Mbak Siti ya Mbak Siti.
Wanita Jawa banget yang berkulit legam gelap, jauh dari paras molek dan seksi para artis, sehari - hari berbalut jilbab dan pakaian muslimah lebar yang sederhana tanpa aneka reka dengan wajah dan bibirnya benar - benar polos tanpa pulasan aneka make up yang dilukis - lukis berjam - jam sebelum ia keluar kamar.
Sampai di rumah, tak sabar saya membuka tablet milik suami saya untuk mengobrak - abrik Mbah Google dengan kata kunci "Oded Muhammad Danial Wakil Walikota Bandung" dan "Siti Oded". Seketika Mbak Google sang "perawi amat jujur" itu memunculkan apa yang saya cari berupa foto - foto yang memamerkan wajah demi wajah Mang Oded dan entah dengan siapa dalam berbagai kesempatan, ngaburubul berjajar di layar 10 inch" yang terbentang di depan mata saya.
Dan di sana pula, wanita Jawa berkulit hitam legam, tidak cantik, tidak molek, tidak seksi, terbungkus dalam balutan pakaian sederhana, gaya dan pose sederhana pula, terlihat SAMA seperti ketika belasan tahun lalu saya melihatnya di ruang ICU melantunkan ayat - ayat suci di telinga Allahyarham Dokter Toni, suami pertamanya. Dan dia, tetap SITI MUNTAMAH namanya....
Mendekati waktu dzuhur, saya pindah ruangan bersama teman saya. Apa yang terjadi ? Saya ditakdirkan berada dalam satu lift dengan seorang calon doktor ilmu psikiatri yang berjenggot, bercelana cingkrang, pengamal ajaran Muhammadiyah dan entah mengapa saya dkk merasa damai sekali ketika dia muncul di ruangan yang sama dan menekuni urusannya, yang pernah saya tulis di status saya beberapa waktu lalu.
I swear.....saya bahagiaaaa......banget ketemu dia dan berada dalam satu lift dengan dia serta sempat bertegur sapa dengan dia yang tinggi besar dan tambun seperti raksasa itu. Jadi ingat lagi sama Ust Wawan di Jogja. Sempat pula saya sms suami, mengabarkan bahwa saya senang sekali ketemu Pak Raksasa itu dan berada dalam satu lift dengannya.
Jam 14.00, sesuatu terjadi pada saya. Biasa, problematika wanita setiap bulannya, jadi saya pulang ke rumah sebelum 15.30 tiba. Sepanjang saya pulang, saya sms suami saya, minta ijin ngobrol sama Mas Anu. Suami saya mengijinkan. Malah suami saya takjub, ketika dia tahu saya bisa menemukan kembali nomor hp Mas Anu dan ada kontak lagi - bisa silaturahmi lagi - dengan Mas Anu via sms setelah hampir 8 tahun tidak ada kontak sama sekali. Suami saya menyarankan agar saya meminta alamat rumah Mas Anu, agar bakda Maghrib kami berdua bisa mengunjungi Mas Anu. Mumpung baru masak pepes ikan cukup banyak, jadi kami punya oleh - oleh untuk mengunjungi Mas Anu.
Pokoknya alhamdulillah, saya senang sekali kemarin. Terlebih istri Mas Anu juga teman saya, yang karena tubuh saya yang kecil mungil dan kurus, saya suka dipeluk - peluk sama istri Mas Anu, sejak ia masih gadis 18 tahun lalu.
Nah, Mas Anu ini adalah teman saya. Dulunya sama - sama perawat sejak 18 tahun yang lalu. Bedanya dia dari Unpad, saya bukan. Mas Anu ini boleh dibilang pendekarnya Unit Gawat Darurat. Hampir setiap hari anak semata wayang saya harus ditenteng ke Gawat Darurat dengan kondisi yang mengkhawatirkan dan Mas Anu sigap menangani anak saya sampai permasalahannya selesai saat itu juga. Benar - benar hampir setiap hari lhoooo.....dan Mas Anu yang lebih sering menangani dibanding dokter atau perawat lain. Pun ketika anak saya terjun dari atas kendaraan ke parit sampai kepalanya bocor ketika diajak jalan - jalan putar - putar komplek oleh suami dan adik kandung saya, Mas Anu dengan sigap menenangkan anak saya yang belum genap 1 tahun dan sangat lincah itu, sampai robekan di pelipis kirinya bisa dijahit sempurna luar dalam sebanyak 8 jahitan, oleh Mas Anu juga. Sekali lagi, ketika umur anak saya belum lagi genap 2 tahun, anak saya terjun dari tempat tidur dan kepalanya menimpa kotak plastik tempat makan sampai bibir atas bagian dalamnya robek dan kepalanya bocor, Mas Anu lagi yang menangani, di jahit dan diperban sampai sembuh kembali.
18 bulan, anak saya KOMA akibat alergi obat yang diracikkan seorang dokter sepuh yang amat sangat baik sekali dan terpaksa anak saya ditenteng ke UGD, Mas Anu dengan gesit memasang infus di lengan anak saya, selang oksigen dan menyuntikkan anti alergi agar dampak eruption akibat obat itu bisa diminimalisir dan menyurungnya ke ruang perawatan anak. Yang luar biasa dari Mas Anu, walau anak saya sudah berada di Ruang Anak, tiap hari dia datang menengok anak saya - yang katanya lucu, putih, rambutnya pirang, pipinya gembil dan lincah - ke ruang perawatan anak saya. Mas Anu mengajak ngobrol anak saya yang KOMA dan kemudian pulang. Dan mungkin suatu kebetulan, di hari ke 3 malam ke 4, anak saya terbangun dari KOMA nya, ketika Mas Anu yang waktu itu belum beristri, sedang datang menengok. Mas Anu lagi yang dimintai gendong oleh anakku, hampir setengah hari lamanya, sampai Papih nya pulang kerja dan bisa datang ke ruang perawatan anak saya.
Begitulah, bakda maghrib, alamat Mas Anu sudah di tangan. Saya dan suami keluar rumah menembus hujan yang rintik - rintik menuju sebuah perkampungan di mana rumah Mas Anu berada. Benar saja, Mas Anu sangat terkenal di kampung itu. Bapak - bapak yang saya tanya di mana rumah Mas Anu, rata - rata menjawab "Mangga, rumah Pak Doktor Anu ada di sana, itu yang lampunya paling terang," seraya mengacungkan ibu jari kanan mereka ke arah yang mereka maksud.
Masya Allah !
Lihat suami saya dan Mas Anu kembali bertemu dan berpelukan, hati saya senang sekali. Karena suami saya dan Mas Anu sudah dekat sejak 18 tahun lalu ketika saya dan Mas Anu punya kegiatan memberikan pelayanan KHITAN GRATIS kepada anak - anak dhuaffa. Mas Anu sebagai "tukang potong burung" nya, saya atau suami sebagai penyedia obat, perban, pisau pemotong burung, obat bius, obat antiseptik, salep dan lain - lain secara gratis tanpa memikirkan dari mana semua biaya yang kami keluarkan, yang penting "burung - burung" anak - anak dhuaffa bisa kami khitan dengan bersih, steril, syari'i, rapih dan sesuai prosedur medis.
Senang hati lihat Mas Anu ngobrol berdampingan dengan suami saya, sesekali berpegangan tangan, saling menepuk paha lawan bicara dan tentu saja ngakak berdua jika cerita - cerita mereka sampai kepada hal - hal yang jenaka. Nyonya nya Mas Anu - yang juga teman saya itu - sedang tidak ada di rumah. Katanya sedang mengajar tahsin Al Qur'an di kampung sebelah. Dan suasana ngobrol makin ramai ketika dia datang.
Benar saja, datang - datang, dia memeluk saya dengan sangat erat. Rindu menggelayut setelah hampir 12 tahun saya tidak bertemu istri Mas Anu tersebut.
Ketika akan pamit, iseng saya tanya kepada Mas Anu dan istrinya,
"Mas, Mbak Siti di mana sekarang ?"
Mbak Siti yang saya maksud adalah Siti Muntamah, wanita Jawa asli yang berkulit legam, yang amat - sangat sederhana, bergamis dan berjilbab lebar serta berprofesi sebagai seorang penjahit pakaian wanita dan anak - anak di rumahnya dan yang sekian belas tahun lalu pernah menikah dengan Dokter Toni alumni Unpad, abang kandung Mas Anu.
Mbak Siti ini saya kenal betul sebagai wanita yang sangat - sangat tabah. Bagaimana tidak, dia baru saja menikah dengan dokter Toni, kemudian harus menerima kenyataan pahit ketika dokter Toni tutup usia di ICU akibat gagal ginjal akut yang dideritanya. Saya dan kawan - kawan sempat saling berpandangan takjub ketika melihat dokter Toni yang berparas amat rupawan terbujur tak sadarkan diri di ICU, sementara istrinya tidak beranjak dari sisi tempat tidur suaminya - kecuali hanya untuk ke kamar mandi - dan senantiasa membacakan ayat - ayat Al Quran di telinga suaminya, siang malam.
Sampai kemudian dokter Toni harus kembali kepada Sang Pemilik di saat usianya yang masih muda, baru lulus kedokteran Unpad pula dan pengantin baru serta belum dikarunia satu anak pun dari pernikahannya dengan Mbak Siti; tidak ada hal - hal lain yang saya lihat dari seorang Siti Muntamah selain dari kesalehan dan kasih sayang dan cinta yang besar kepada Dokter Toni, suaminya.
Setahun sesudah dokter Toni tiada, saya sempat bertanya kepada Mas Anu tentang di manakah Mbak Siti tinggal dan beroleh jawaban bahwa Mbak Siti kembali ke rumah orang tuanya di Solo serta menekuni pekerjaannya sebagai penjahit pakaian. Sesudah itu, tidak ada kabar lain yang saya dapat, karena kemudian saya 8 tahun tidak jumpa dengan Mas Anu.
Baru tadi malam saya kefikiran menanyakan kabar Mbak Siti kepada Mas Anu dan istrinya.
"Hahahaha.....!" sepasang suami istri Anu seketika tertawa.
Baru kemudian Mas Anu menjawab,
"Lhooo....Mbak-e belum tahu tho ? Mbak Siti kan sekarang jadi istrinya Mang Oded, Mbak,"
Saya bingung dan bertanya kepada suami saya tentang siapakah Oded itu karena saya betul - betul tidak tahu siapakah Mang Oded itu. Mas Anu dan istrinya serta suami saya nyaris serentak menjawab bahwa Mang Oded adalah WAKIL WALIKOTA BANDUNG yang bersama - sama Pak Ridwan Kamil memimpin Kota Bandung. Rasanya seperti merinding bulu - bulu di tangan dan tengkuk saya mendengar Mbak Siti Muntamah menjadi istri orang nomor dua di Kota Bandung.
"Mbak-e, Mang Oded teh duda, Mbak Siti juga janda. Mang Oded anaknya 5 perempuan semua. Kemudian Mang Oded sama Mbak Siti ketemu dan menikah. Dengan Mbak Siti, Mang Oded punya anak lagi 2 orang, PEREMPUAN SEMUA JUGA. Jadi mereka punya 7 anak perempuan lho, Mbak," kata Mas Anu dengan tawa spontan. "Kebayang kan ramenya Mbak-e, anak 7, perempuan semua. Malah sekarang sudah punya cucu," lanjut Mas Anu lagi dengan derai tawa yang makin riang. "Mbak Siti sekarang tinggal di rumah dinas Wakil Walikota Bandung, Mbak," kata istrinya Mas Anu."Masih sering ketemu "kita - kita" kok," katanya lagi.
"Mbak Siti ya sama kayak Mbak-e gitu. Biar kata repot dan sibuk juga masih sempat jahit pakaian anak - anak sendiri, masak sendiri, ngurus rumah sendiri tanpa pembantu dan ngajar ngaji Ibu - Ibu. Pokoknya Mbak Siti yang dulu Mbak-e kenal, sama dengan Mbak Siti yang sekarang. Bedanya sekarang Mbak Siti jadi lebih sibuk karena Mang Oded dipercaya jadi Wakil Walikota Bandung," kata Mas Anu. "Keren, anak - anaknya perempuan semua," kata saya dengan rasa ketakjuban yang belum selesai.
"Keren banget, Mbak-e. Anak 7, rameeee......perempuan semua. Sholeh - sholeh pisan ketujuh - tujuhnya teh," kata istrinya Mas Anu sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.
*****
Saya dan suami pamit dari rumah Mas Anu setelah malam yang benar - benar telah menyempurna. Sambil memeluk tubuh suami saya dari belakang dan menikmati guyuran rintik hujan serta nyanyian serangga malam, kembali bayangan Mbak Siti - wanita Jawa banget yang berkulit gelap legam, bekerja sebagai penjahit pakaian dan berpenampilan amat sangat sederhana - berkelebat.
Sia - sia saya membayangkan seperti apa wujud Mbak Siti dalam pakaian mewah berharga fantastis ala Ibu - Ibu pejabat yang glamour. Sia - sia pula saya membayangkan Mbak Siti menenteng tas tangan merek Kremes atau Prada berharga ratusan juta rupiah nan mewah dan diklaim konon cuma dibuat hanya satu - satunya sedunia. Apalah lagi ketika saya membayangkan Mbak Siti mengenakan perhiasan ala artis Nyahrini yang berblink - blink seluruh badan dan membayangkannya mengenakan make up tebal berpendaran di wajahnya seperti yang saya lihat di wajah Ratu Catut dari Banten serta membayangkan bagaimana Mbak Siti berjalan megal - megol mengenakan sepatu atau sandal berhak nyaris sejengkal dengat taburan batu - batu mulia dan permata yang gemerlapan, juga sia - sia.
Benar, benar - benar sia - sia !
Karena di memori saya, Mbak Siti ya Mbak Siti.
Wanita Jawa banget yang berkulit legam gelap, jauh dari paras molek dan seksi para artis, sehari - hari berbalut jilbab dan pakaian muslimah lebar yang sederhana tanpa aneka reka dengan wajah dan bibirnya benar - benar polos tanpa pulasan aneka make up yang dilukis - lukis berjam - jam sebelum ia keluar kamar.
Sampai di rumah, tak sabar saya membuka tablet milik suami saya untuk mengobrak - abrik Mbah Google dengan kata kunci "Oded Muhammad Danial Wakil Walikota Bandung" dan "Siti Oded". Seketika Mbak Google sang "perawi amat jujur" itu memunculkan apa yang saya cari berupa foto - foto yang memamerkan wajah demi wajah Mang Oded dan entah dengan siapa dalam berbagai kesempatan, ngaburubul berjajar di layar 10 inch" yang terbentang di depan mata saya.
Dan di sana pula, wanita Jawa berkulit hitam legam, tidak cantik, tidak molek, tidak seksi, terbungkus dalam balutan pakaian sederhana, gaya dan pose sederhana pula, terlihat SAMA seperti ketika belasan tahun lalu saya melihatnya di ruang ICU melantunkan ayat - ayat suci di telinga Allahyarham Dokter Toni, suami pertamanya. Dan dia, tetap SITI MUNTAMAH namanya....
Penulis:
Dara Lana Tan Via FB

Post a Comment
Mari tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan karena Tulisanmu Harimaumu. Komentar Sobat adalah Pendapat Pribadi, tidak mewakili Pendapat Redaksi Website Mentari News (WMN). Komentar yang mewakili redaksi Website Mentari News hanya melalui akun Mentari News. Selamat Berkomentar Sobat.. Salam Indonesia Berkemajuan.
Note: only a member of this blog may post a comment.