WMN 2015 -- Kediri (15/06), Forum kiai sepuh Jawa Timur setelah melihat perkembangan kekisruhan di tubuh Pengurus NU. Yang dimana usulan PBNU yakni pemberlakuan sistem pemilihan rais aam melalui AHWA (Ahlul hali wal aqdi) maka dirasa perlu angkat bicara. (Baca juga: Usulan PBNU Inilah Biang Kerok Retaknya di Tubuh NU)
Sistem formatur akan diusulkan dalam musyawarah nasional (munas) alim ulama yang biasanya digelar sebelum pelaksanaan muktamar. Dari munas, forum kiai berharap sistem formatur bisa ditetapkan dalam muktamar yang berlangsung 1-5 Agustus 2015.
Para ulama yang hadir dalam forum kiai itu di antaranya Kiai Anwar Manshur, Kiai Kafabihi Mahrus, dan Kiai Habibuloh Zaini. Ketiga ulama itu mewakili Ponpes Lirboyo Kediri. Kemudian Kiai Zainudin Dzazuli dan Kiai Nurul Huda dari Ponpes Al Falah Ploso Kediri, Kiai Anwar Iskandar dari Ponpes Al Amin Ngasinan Kediri. Kiai Mas Subadar dan Kiai Idris Hamid dari Pasuruan, serta Kiai Miftahul ahyar dari Surabaya.
Menurut Gus War sistem formatur sudah digunakan para pemimpin muslim sepeninggal Rasul. Sistem formatur terbukti mampu menjaga martabat para ulama, khususnya selaku pemegang amanat tertinggi Nahdlatul Ulama. Dalam sejarah suksesi kepemimpinan NU sistem itu pernah digunakan pada Muktamar Situbondo tahun 1985 silam. Yakni saat para ulama dan muktamirin memutuskan memilih almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum PBNU. Gus War menegaskan bahwa mayoritas kiai NU di Jawa Timur dan sebagian kiai NU di Jawa Tengah sudah menyatakan kesepakatan. “Sistem ini legal, karena diatur dalam AD/ART, “terangnya.
Sistem formatur biasa disebut dengan mekanisme “Ahlul Halli wal Aqdi”. Yakni formatur pemilihan ketua tanfidziah dan rais syuriah. Formatur diisi para kiai yang dianggap berkompeten dan kapabel. Para kiai formatur tersebut yang nanti menentukan siapa calon ketua tanfidziah dan rois syuriah. Di dunia politik, mekanisme itu serupa pemilihan kepala daerah melalui jalur parlemen (legislatif). Tidak heran, dalam pertemuan itu, forum kiai juga menyepakati usulan nama para kiai yang pantas duduk dalam formatur.
Yakni di antaranya Kiai Maimun Zubair dari Ponpes Sarang Rembang. Kemudian Kyai Mustofa Bisri dari Rembang, Kiai Anwar Manshur dari Ponpes Lirboyo Kediri, Kyai Miftahul Ahyar dari Surabaya, dan Kyai Mas Subadar dari Pasuruan. Para ulama yang tertunjuk tersebut, kata Gus War tepat mewakili seluruh kalangan NU dalam memilih dan menetapkan Ketua Tanfidziah dan Rois Syuriah. “Minimal di syuriahnya, kalau memang di tanfidziahnya ditolak, “jelasnya.
Sekedar diketahui, dua nama kandidat dalam muktamar NU di Jombang mendatang sudah muncul. Yakni Sholahudin Wahid, adik kandung Gus Dur dan KH Said Agil Siroj yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PBNU. Sementara sejumlah kaum nahdliyin di daerah berpendapat mekanisme pemilihan formatur mengundang potensi politik uang. Selain itu sistem formatur jauh dari semangat demokratis. Sebab formatur hanya diwakili sejumlah ulama. “Kami melihat sistem formatur justru hanya menjadi alat untuk mensukseskan kepentingan golongan tertentu. Lebih banyak mudharat daripada manfaatnya, “ujar salah seorang nahdliyin yang enggan disebut nama. (wmn/oz)
Forum Kiai Sepuh Jawa Timur sepakat mengusulkan pemilihan Rais Aam atau Ketua Umum NU melalui sistem formatur dalam pemilihan Ketua Umum PBNU di Muktamar NU Jombang mendatang. (Baca juga: Jelang Muktamar, NU mulai tidak solid)
Para kiai yang berkumpul di kediaman Kiai Anwar Manshur Lirboyo Kediri ini meyakini sistem pemilihan formatur akan mengurangi potensi perpecahan umat pasca pemilihan. “Dengan cara itu (formatur) potensi perpecahan bisa dicegah, “ujar pengasuh Pondok Pesantren Al Amin Ngasinan Kediri Kiai Anwar Iskandar atau biasa disapa Gus War selaku juru bicara kepada wartawan, Rabu yang lalu (10/6).
Sistem formatur akan diusulkan dalam musyawarah nasional (munas) alim ulama yang biasanya digelar sebelum pelaksanaan muktamar. Dari munas, forum kiai berharap sistem formatur bisa ditetapkan dalam muktamar yang berlangsung 1-5 Agustus 2015.
Para ulama yang hadir dalam forum kiai itu di antaranya Kiai Anwar Manshur, Kiai Kafabihi Mahrus, dan Kiai Habibuloh Zaini. Ketiga ulama itu mewakili Ponpes Lirboyo Kediri. Kemudian Kiai Zainudin Dzazuli dan Kiai Nurul Huda dari Ponpes Al Falah Ploso Kediri, Kiai Anwar Iskandar dari Ponpes Al Amin Ngasinan Kediri. Kiai Mas Subadar dan Kiai Idris Hamid dari Pasuruan, serta Kiai Miftahul ahyar dari Surabaya.
Menurut Gus War sistem formatur sudah digunakan para pemimpin muslim sepeninggal Rasul. Sistem formatur terbukti mampu menjaga martabat para ulama, khususnya selaku pemegang amanat tertinggi Nahdlatul Ulama. Dalam sejarah suksesi kepemimpinan NU sistem itu pernah digunakan pada Muktamar Situbondo tahun 1985 silam. Yakni saat para ulama dan muktamirin memutuskan memilih almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum PBNU. Gus War menegaskan bahwa mayoritas kiai NU di Jawa Timur dan sebagian kiai NU di Jawa Tengah sudah menyatakan kesepakatan. “Sistem ini legal, karena diatur dalam AD/ART, “terangnya.
Sistem formatur biasa disebut dengan mekanisme “Ahlul Halli wal Aqdi”. Yakni formatur pemilihan ketua tanfidziah dan rais syuriah. Formatur diisi para kiai yang dianggap berkompeten dan kapabel. Para kiai formatur tersebut yang nanti menentukan siapa calon ketua tanfidziah dan rois syuriah. Di dunia politik, mekanisme itu serupa pemilihan kepala daerah melalui jalur parlemen (legislatif). Tidak heran, dalam pertemuan itu, forum kiai juga menyepakati usulan nama para kiai yang pantas duduk dalam formatur.
Yakni di antaranya Kiai Maimun Zubair dari Ponpes Sarang Rembang. Kemudian Kyai Mustofa Bisri dari Rembang, Kiai Anwar Manshur dari Ponpes Lirboyo Kediri, Kyai Miftahul Ahyar dari Surabaya, dan Kyai Mas Subadar dari Pasuruan. Para ulama yang tertunjuk tersebut, kata Gus War tepat mewakili seluruh kalangan NU dalam memilih dan menetapkan Ketua Tanfidziah dan Rois Syuriah. “Minimal di syuriahnya, kalau memang di tanfidziahnya ditolak, “jelasnya.
Sekedar diketahui, dua nama kandidat dalam muktamar NU di Jombang mendatang sudah muncul. Yakni Sholahudin Wahid, adik kandung Gus Dur dan KH Said Agil Siroj yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PBNU. Sementara sejumlah kaum nahdliyin di daerah berpendapat mekanisme pemilihan formatur mengundang potensi politik uang. Selain itu sistem formatur jauh dari semangat demokratis. Sebab formatur hanya diwakili sejumlah ulama. “Kami melihat sistem formatur justru hanya menjadi alat untuk mensukseskan kepentingan golongan tertentu. Lebih banyak mudharat daripada manfaatnya, “ujar salah seorang nahdliyin yang enggan disebut nama. (wmn/oz)

Post a Comment
Mari tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan karena Tulisanmu Harimaumu. Komentar Sobat adalah Pendapat Pribadi, tidak mewakili Pendapat Redaksi Website Mentari News (WMN). Komentar yang mewakili redaksi Website Mentari News hanya melalui akun Mentari News. Selamat Berkomentar Sobat.. Salam Indonesia Berkemajuan.
Note: only a member of this blog may post a comment.