mentarinews.co.id -- Dilihat dari asal katanya, jathilan berasal dari kalimat berbahasa Jawa “jaranne jan thil-thilan tenan,” yang jika dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “kudanya benar-benar joget tak beraturan.”
Joget beraturan (thil-thilan) ini memang bisa dilihat pada kesenian jathulan utamanya ketika para penari telah kerasukan.
-
Cerita dari mulut ke mulut
Memang tak ada catatan sejarah yang
secara tertulis bisa dijadikan penjelasan pastinya, namun berbagai
cerita verbal, dari mulut ke mulut, masih bisa didengar dari orang-orang
yang akrab dengannya. Seterusnya cerita yang terus menerus
terdengar itu menjadi turun-temurun bisa diceritakan kepada generasi
selanjutnya.
Dari cerita tersebut, diperoleh pemaparan
bahwa jathilan adalah sebuah kesenian yang mengisahkan perjuangan Raden Patah dibantu Sunan Kalijaga
dalam melawan penjajahan Belanda. Sebagaimana yang kita ketahui,
Sunan Kalijaga adalah sosok yang acap menggunakan budaya, tradisi dan
kesenian sebagai sarana pendekatan kepada rakyat, maka cerita perjuangan
dari Raden Patah itu digambarkan kedalam bentuk seni tari jathilan.
Masih dari cerita, versi lain memaparkan bahwa kesenian jathilan ini menggambarkan kisah prajurit Mataram yang sedang mengadakan latihan perang (gladhen) dibawah pimpinan Sultan Hamengku Buwono I,
demi persiapan mengadapi kolonialis Belanda.
Bukan itu
saja, masih di bumi Mataram, jathilan juga dikenang sebagai gambaran
perjuangan era Perang Jawa, rakyat pendukung perjuangan menggunakan
properti kuda tiruan yang terbuat dari bambu sebagai bentuk apresiasi
sekaligus dukungan terhadap prajurit berkudanya Pangeran Diponegoro yang
gagah berani melawan penjajahan Belanda.
Diceritakan bahwa
pada saat itu kesenian tari jathilan sudah sering dipentaskan di
dusun-dusun kecil. Pementasan ini memiliki dua tujuan, yang pertama
yaitu sebagai sarana menghibur rakyat sekitar, dan yang kedua juga
dimanfaatkan sebagai media guna menyatukan rakyat dalam melawan
penindasan. Sehingga yang dipentaskan adalah sosok prajurit
yang berpenampilan mirip dengan jaman kerajaan dahulu, dan gerakan
tarinya diiringi alunan bunyi gamelan serta lantunan suara sinden.
-
Gerak Tari Jathilan
Pada mulanya penari nampak lemah gemulai
dalam menggerakkan badan, namun seiring waktu berjalan, para penari
menjadi kerasukan roh halus, dimana kondisi kerasukan ini dalam bahasa
Jawa sering dikatakan istilah “ndadi” atau dalam bahasa Inggrisnya ‘trance’.
Karena kerasukan, maka para penari jatilan hampir tidak
sadar terhadap apa yang diperbuatnya. Gerakan tariannyapun mulai tak
teratur, pada kondisi inilah kata jathilan itu tergambar, jaranne jan thil-thilan tenan (kudanya benar-benar berjoget tak beraturan).
Keberadaan pawang
Dalam satu pertunjukan, kecuali para
penari yang memiki jumlah tertentu tergantung cerita yang hendak
disampaikan, maka ada instrumen pertunjukan lainnya, yaitu para penabuh
gamelan, para perias, dan yang tak boleh ketinggalan adalah keberadaan “pawang,” yaitu sosok yang memiliki peran serta tanggungjawab mengendalikan
jalannya pertunjukan dan menyembuhkan para penari yang kerasukan.
Tatkala “ndadi” alias kerasukan, para
penari jathilan mampu melakukan gerakan pun atraksi berbahaya yang tidak
dapat dicerna oleh akal manusia, sebagai contoh adalah memakan
dedaunan, menyantap kembang, bahkan juga mengunyah beling (pecahan kaca).
Adakalanya juga berperang menggunakan pedang dan lalu menyayat lengan,
atraksi ini sejatinya bukan ajang pamer kedigdayaan melainkan sebagai
gembaran bahwa nonmiliter juga memiliki kekuatan guna melawan pasukan
Belanda.
Cerita dan penampilan Jatilan
Sesuai perkembangan jaman, sejatinya ada
banyak cerita yang dikembangkan dan sering ditampilkan pada pertunjukan
seni tari jathilan pun jaran kepang ini. Jika di atas tadi ada
gambaran cerita tentang Diponegoro, maka ada pula cerita tentang Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik.
Tatkala yang disampaikan adalah cerita mengenai Panji Asmarabangun,
maka penampilan para penaripun menggambarkan tokoh tersebut, baik
aksesoris pun gerakannya. Sebagai contoh aksesorisnya adalah
mengenakan gelang tangan, gelang kaki, ikat pada lengan, kalung,
menyengkelit keris, dan tentu saja mengenakan mahkota yang acap disebut “kupluk Panji.”
Kreasi Lama dan Kreasi Baru
Dewasa ini kesenian jathilan telah
berkembang dan dikemas dengan sisi berbeda, hal ini dilakukan agar tetap
memiliki daya tarik bagi generasi muda yang telah mengenal tradisi
modern. Ada dua pakem di tampilkan, yaitu pakem lama yang acap
dinamakan sebagai “jathilan pung jrol” dan pakem baru yang lebih
dikenal dengan sebutan “jathilan kreasi baru.”
-
Jathilan Pungjrol
Pung jrol merupakan pakem jathilan lama
yang juga dinamakan sebagai pakem ‘klasik.’ Ini merupakan jathilan
yang telah lebih awal ada, yaitu sejak kemunculannya pertama kali.
Pungjrol merupakan jathilan yang sederhana, baik pada sisi penampilan
ataupun sisi pengiring gamelannya.
Karena kesederhanaan tersebut, memang pada awalnya yang tercipta adalah bebunyian yang jika dilapalkan akan bersuara “kil kil kol kol kil kil jrol! kil kil kol kol kil kil jrol!,”
namun pada saat kondisi “ndadi” otomatis irama itu makin kencang,
sehingga ayang kan lebih dominan terdengar adalah suara kenong serta
gong.
Sementara gamelan lain lebih menjadi suara latar saja, maka
yang terdengar adalah bunyi “pung jrol pung pung jrol pung dhel!“ Suara inilah yang pada akhirnya lebih akrab dan dikenal masyarakat sebagai nama jathilan “pung jrol.”
-
Jathilan kreasi baru
Perkembangan jaman menuntut untuk kita lebih kreatif, karenanya kreasi dan inovasi seolah diwajibkan apabila kita tetap bisa survive
dalam melakukan gerakan. Begitu pula pada pengembangan seni
jathilan ini, agar tak begitu asing bagi anak-anak jaman sekarang yang
telah menikmati jaman maju, maka dikembangkanlah jathilan dengan
sentuhan kreasi baru.
Yang menjadi pembeda dari jatilan kreasi
berbanding jathilan klasik adalah pada gamelan sebagai musik pengirim
dan juga pada penampilan, baik pemain tambahan, pakaian ataupun
aksesorisnya. Sebagai contoh adalah terdapatnya tambahan gamelan
dengan drum ataupun alat musik lain yang menggabungkan antara pentatonis
dengan diatonis. Sedangkan pada sisi penampilan, seni tari
jathilan ‘kreasi baru’ adakalanya menampilkan peran “celeng” (babi),
“munyuk” (monyet), dan beberapa penari topeng.
Bahkan ada juga jathilan gedruk,
yaitu jathilan yang beberapa penarinya mengenakan aksesoris klinthing
di kakinya sehingga menimbulkan suara bergemerincing secara kompak.
Pelaku Seni Jathilan
Pelaku seni tari kuda lumping tak
sebatas pada jenis kelamin laki-laki saja,melainkan ada pula
perempuannya, keduanya tetap tak bisa lepas dari kejadian ‘ndadi’ a.k.a trance. Ini memberikan pesan bahwa jathilan selain merupakan hiburan rakyat
juga mampu menyertakan unsur ritual.
Contoh realnya adalah ketika
seorang pawang jathilan melakukan suatu ritual yang intinya memohon ijin
kepada Tuhan agar jalannya pertunjukan lancar, serta mengucapkan
“permisi” kepada makhluk lain yang berada diseputaran tempat tersebut
agar tidak menggangu jalannya pertunjukan.
-
Ritual pawang jathilan
Dalam ritual, baik sebelum ataupun pada
saat pertunjukan berlangsung, disediakan pula sejenis sesaji dengan
maksud menyajikan pun mempersembahkan. Hal ini bisa dimaknai
sebagai gambaran manusia agar tetap “manembah pun berserah.”
Oleh karenanya sesaji ini lebih pada simbol berserah diri kepada Tuhan
agar keselamatan tetap melimpah, baik pada para pelaku seni tari
jathilan ataupunmasyarakat sekitar, serta para penontonnya.
Sajen yang disediakan pada pertunjukan
jathilan diantaranya adalah satu tangkep pisang raja, beberapa macam
jajanan pasar berupa makanan-makanan tradisional, tumpeng robyong yang dihias dengan daun kol, bermacam-macam kembang, beraneka jenis minuman (kopi, teh, air putih),
menyan, hio (dupa China), ingkung (ayam bekakak), sega golong (nasi
bulet), dan lain sebagainya. Jenis sesaji ini tentu saja tak
sama antara daerah satu dengan yang lainnya. (ensiklo)

Post a Comment
Mari tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan karena Tulisanmu Harimaumu. Komentar Sobat adalah Pendapat Pribadi, tidak mewakili Pendapat Redaksi Website Mentari News (WMN). Komentar yang mewakili redaksi Website Mentari News hanya melalui akun Mentari News. Selamat Berkomentar Sobat.. Salam Indonesia Berkemajuan.
Note: only a member of this blog may post a comment.